Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar dana hasil
sitaan tindak pidana korupsi senilai Rp13 triliun dialokasikan untuk memperkuat
dana abadi pendidikan yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP). Usulan ini disampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara
pada 20 Oktober 2025. Presiden menegaskan bahwa hasil kejahatan korupsi
seharusnya tidak hanya dikembalikan ke kas negara, tetapi juga dimanfaatkan
untuk kepentingan strategis jangka panjang, terutama dalam pengembangan sumber
daya manusia (SDM) unggul. "LPDP akan saya tambahkan uang-uang dari sisa
efisiensi penghematan, uang-uang yang kita dapat dari koruptor-koruptor itu
sebagian besar kita investasi di LPDP. Mungkin yang Rp 13 triliun disumbangkan
atau diambil oleh Jaksa Agung, hari ini diserahkan Menteri Keuangan, Menteri
Keuangan, sebagian bisa kita taruh di LPDP untuk masa depan ya " kata
Prabowo.
Dana tersebut berasal dari pengembalian kerugian
negara kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang ditangani oleh Kejaksaan
Agung. Berdasarkan data resmi, Kejaksaan telah menyerahkan Rp13,255 triliun ke
Kementerian Keuangan sebagai uang pengganti hasil tindak pidana korupsi. Meski
begitu, nilai tersebut belum mencakup keseluruhan kerugian negara yang mencapai
sekitar Rp17 triliun. Dengan adanya pengembalian sebagian besar dana,
pemerintah menilai langkah ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat lembaga
pendidikan dan penelitian nasional melalui LPDP.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi
Sadewa menyatakan bahwa pihaknya telah mencatat usulan presiden dan akan
mempertimbangkan mekanisme hukum serta teknis penyalurannya. Ia menekankan
bahwa alokasi dana sitaan harus melalui regulasi yang jelas dan proses audit
agar tidak menimbulkan polemik baru. “Prinsipnya setuju, tapi mekanisme
penyalurannya harus sesuai undang-undang dan tidak bisa langsung digunakan di
tahun berjalan,” ujar Purbaya. Dengan demikian, implementasi wacana ini
kemungkinan baru bisa dilakukan pada tahun anggaran 2026.
Dari sisi pendidikan, Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyambut baik usulan
tersebut. Wakil Menteri Stella Christie menjelaskan bahwa kementeriannya akan
berkoordinasi dengan LPDP untuk memetakan kebutuhan strategis, baik di bidang
beasiswa, riset, maupun dana abadi penelitian. Ia menegaskan bahwa dana
tambahan akan diarahkan untuk memperkuat riset nasional dan memperluas akses
beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi namun kurang mampu. “Kami pastikan
penggunaan dana ini harus berdampak langsung terhadap peningkatan mutu SDM
Indonesia,” ujarnya.
Dukungan terhadap wacana ini juga datang dari kalangan
legislatif. Komisi X DPR RI menilai bahwa tambahan dana ke LPDP sangat
dibutuhkan mengingat meningkatnya jumlah pendaftar beasiswa setiap tahun.
Anggota DPR Abdul Fikri Faqih mengungkapkan bahwa pada 2023 terdapat sekitar
33.000 pendaftar LPDP, sementara pada 2025 jumlahnya melonjak lebih dari 78.000
pendaftar. Menurutnya, tanpa tambahan dana, LPDP berisiko tidak mampu menampung
kebutuhan calon penerima beasiswa yang terus meningkat. Ia juga menilai langkah
ini dapat mempercepat pencapaian target SDM unggul yang telah lama digaungkan
pemerintah.
Selain DPR, dukungan juga datang dari Wakil Ketua MPR
RI Eddy Soeparno, yang menyebut bahwa wacana ini sejalan dengan visi
pembangunan nasional. Ia menilai langkah ini akan memberi makna baru terhadap
hasil penegakan hukum di bidang korupsi. “Ini bukan hanya soal menghukum
pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian negara dan menggunakannya untuk masa
depan bangsa,” ujar Eddy. Menurutnya, LPDP adalah salah satu instrumen paling
tepat untuk memastikan bahwa dana sitaan benar-benar memberikan manfaat jangka panjang
bagi masyarakat.
Meski mendapat dukungan, sejumlah pengamat menilai
bahwa wacana ini harus diiringi dengan pengawasan yang ketat. Pengamat
kebijakan publik Dr. Bhima Yudhistira menegaskan bahwa pengelolaan dana hasil
sitaan harus sepenuhnya transparan dan tidak bisa langsung dipindahkan ke LPDP
tanpa persetujuan DPR dan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia menilai
potensi penyalahgunaan tetap ada jika mekanisme akuntabilitasnya tidak
diperkuat. “Kita harus pastikan uang hasil kejahatan tidak berubah menjadi potensi
masalah baru,” ujarnya dalam wawancara dengan media nasional.
Dari sisi hukum, pakar tindak pidana korupsi Yenti
Garnasih menambahkan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dana hasil sitaan korupsi pada prinsipnya menjadi
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Artinya, penggunaannya harus masuk ke kas
negara terlebih dahulu dan kemudian dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, menurut Yenti, pengalihan langsung
ke LPDP tanpa mekanisme APBN akan menyalahi prosedur hukum. Ia menekankan bahwa
wacana ini tetap bisa dijalankan asalkan mengikuti jalur regulatif yang sah.
Terlepas dari berbagai tantangan tersebut, ide
pemanfaatan dana hasil kejahatan korupsi untuk pendidikan dipandang sebagai
simbol perubahan paradigma dalam penegakan hukum. Jika sebelumnya aset hasil
korupsi hanya menjadi penerimaan pasif negara, kini hasilnya bisa dimanfaatkan
untuk kepentingan publik. Langkah ini mencerminkan filosofi “dari koruptor
untuk pendidikan,” di mana hasil tindak kejahatan justru dikonversi menjadi
investasi jangka panjang untuk mencerdaskan bangsa.
Dengan demikian, apabila mekanisme hukum, pengawasan,
dan tata kelola bisa dijalankan dengan baik, maka alokasi Rp13 triliun dari
dana sitaan korupsi ke LPDP berpotensi menjadi tonggak penting dalam membangun
sistem pendidikan dan riset yang berkelanjutan di Indonesia. Pemerintah
diharapkan segera menyiapkan aturan pelaksana, transparansi penggunaan, serta
pelaporan publik secara berkala agar kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan
ini dapat terus terjaga.
Referensi
https://mediaindonesia.com/humaniora/823436/dpr-dukung-wacana-uang-sitaan-korupsi-untuk-lpdp
#HIMADIKSI2025
#DIKSITHEREALFAMILY
#HARMONIEKSPLORA
